Tuesday, April 30, 2013

Saya punya banyak waktu untuk kamu, kenapa kamu tidak? :)


I am sorry


Possesive? Yes, I am. Akhir-akhir ini aku merasa dipenuhi rasa possesif yang berlebih. Aku akui memang belakangan ini aku sangat sensitif dan mudah marah. Semua itu aku lakukan karena aku sangat ingin selalu bersamanya, ingin perhatian lebih darinya, ingin diperlakukan seperti apa yang aku inginkan. Tetapi sayangnya dia bukan cenayang yang bisa menerawang isi pikiranku kapan saja. Dan itu tidak aku sadari. Aku terbelenggu keinginan dan perasaan memiliki yang teramat dalam. Semakin kesini aku semakin tidak ingin melewatkan waktu sedetikpun dengannya. Meskipun hanya melalui pesan singkat. Mungkin ini yang dinamakan cinta gila. Aku sudah terjangkit cinta gila. Tapi aku tidak peduli dengan itu semua. Aku hanya ingin dia untukku utuh. Egois sekali.

Mungkin Habibie dan Ainun pun pernah berdebat untuk hal semacam ini. Aku yakin itu. Karena mereka berdua pun sama seperti kami. Manusia biasa. Pernah sesekali marah dan menangis. Tetapi terkadang perasaan seperti itu datang disaat yang tidak tepat. Seperti yang aku alami saat ini. Saat aku menulis tulisan ini, aku sama sekali sedang tidak marah atau menangis. Keduanya sudah aku lalui beberapa saat sebelum akhirnya dia pulang meninggalkanku sendirian disini. Sedikit lega ketika akhirnya aku bisa menangis lagi di pelukan dia sebelum melepasnya pulang. Aku lega bisa melampiaskan marah dan kesalku pada dia. Meskipun sebenarnya dia tidak melakukan kesalahan yang fatal. Ini hanya salah pengertian saja. Dan pernah terjadi sebelumnya. Aku lega karena setidaknya dia masih mengecup kening, mata, hidung, pipi, dagu dan bibirku sebelum pulang. Seperti biasanya. Ini artinya pertengkaran kecil diantara kami sudah berakhir. Dan sama seperti sebelum-sebelumnya ini hanya salah paham. Ya, kami salah memahami perasaan masing-masing. Mungkin kami sedang sama-sama egois dan ingin diperlakukan special satu sama lain hingga akhirnya timbul miss interpretasi diantara pikiran kami. Wajar. Namun jika hubungan kami flat-flat saja, itu perlu dipertanyakan. Dengan kejadian seperti ini, kami dituntut untuk lebih menghargai perasaan masing-masing. Meskipun pada dasarnya kami sudah melakukannya. Hanya saja sebagai manusia biasa, normal rasanya jika sesekali bertengkar. Hitung-hitung menambah kemesraan setelahnya. Jujur, aku sama sekali tidak ingin mengalami pertengkaran dengan dia. Tetapi kondisi perasaan kami tidak bisa disetel sendiri. Semuanya mengalir sesuai yang seharusnya. Dan untungnya pertengkaran kami tidak pernah berlangsung lama. Seringnya dia yang meminta maaf duluan. Padahal aku tahu dia tidak pernah memulai pertengkaran duluan. Aku tahu dia sangat menghargai aku. Aku juga tahu dia tidak mau cinta kami dikotori oleh perasaan-perasaan kesal yang datang tiba-tiba. Makanya dia sangat sering mengalah untukku. Itu yang membuatnya lebih spesial dibanding siapapun. Hanya dia yang bisa memperlakukanku seperti itu. Hanya dia yang bisa memahami sifat jelekku. Dan hanya dia yang mampu meluluhkan hatiku. 

Lewat tulisan ini, aku ingin sekali menyampaikan sesuatu yang malu jika aku sampaikan padanya langsung. 

Teruntuk
Ponty,

Aku tahu aku possesif
Aku tahu aku sensitif
Aku juga tahu aku egois
Tapi asal kamu tahu
Itu semua karena aku sangat menyayangimu
Aku tidak mau melewatkan sedikitpun moment denganmu
Aku ingin selalu berada didekatmu
Dalam sibuk dan luangmu
Aku tahu kamu pasti memahamiku
Maafku untuk semua tingkah bocahku


Maaf,
Monty

Teuku Angkasa, 1 Mei 2013

Thursday, April 25, 2013

Hi, world? Are you okay?

Well. Hari ini adalah hari ke 26 di bulan April. Itu artinya kurang dari satu minggu lagi hari baru di bulan Mei akan segera tiba. Wah, rasanya seperti menghadapi ujian nasional saja. Hehe. Semakin mendekati tanggal 18 Mei, rasanya perasaanku semakin tidak biasa. Mungkin bagi sebagian orang yang sudah menikah tentu tahu bagaimana rasanya *menghela nafas panjang*.

Ternyata persiapan pernikahan itu cukup 'ribet' dan menyita waktu ya. Untungnya tunanganku dan keluarganya sangat koordinatif. Alhasil, persiapan yang segunung itu sekarang tinggal beberapa tahap lagi. Alhamdulillah. Aku merasa sangat dimudahkan dan dilancarkan selama ini. Terlebih rejeki yang Alloh kasih sangat jauh melebihi ekspektasi kami. Sepanjang perjalanan kami dari pacaran ke tunangan sampai sebentar lagi menikah, terbilang sangat ringan dan banyak kemudahan. Mitos-mitos yang muncul dari beberapa orang sudah kami buktikan kebenarannya. Sebagian ada yang benar, sebagian ada yang totally salah besar.
Yang benar menurut pengalaman kami adalah mengenai rejeki sebelum menikah. Kami menyebutnya 'mukjizat pra nikah'. Sama sekali tidak pernah terbayang oleh kami akan semudah dan selancar ini mempersiapkan semuanya. Bahkan dari nol. Dulu aku pribadi tidak begitu paham tentang ini semua. Tetapi sekarang, aku merasakan apa yang pernah orang-orang sebelum aku merasakannya. Ternyata benar, jangan takut untuk menikah. Rejeki orang yang akan menikah akan dilipat gandakan oleh Alloh. Ini sangat penting untuk modal awal mempersiapkan pernikahan. Pola pikir kita harus di rubah dari awal. Jangan pernah takut tidak punya uang untuk menikah. Uang itu tergantung kita mencarinya *sok bijak*. Hehe

Banyak kegalauan-kegalauan yang muncul ketika waktu pernihakan semakin dekat. Tapi beruntungnya aku, dikelilingi orang-orang yang baik dan care. Thanks a ton all. Sekarang aku sudah semakin siap menyambut datangnya hari bahagia itu. Aku semakin tidak sabar untuk melewati perhalatan pesta pernikahanku nanti. Yeay! I'm gonna be a queen for a day. Hihi. Tapi aku mau jadi ratu seumur hidup bagi dia. Semoga dia jodoh dunia akhirat yang Alloh kirimkan untukku. Aamiin.

I swear! Semakin kesini, rasanya semakin deg-degan saja. Phew! Ingin rasanya aku berbagi kisah bahagia ini dengan orang-orang terdekatku. Seolah aku ini orang yang paling bahagia menyambut pernikahan. padahal aku tahu, kebahagiaan itu relatif. Mungkin menurutku indah, tapi belum tentu menurut orang lain. Tapi yang jelas, kebahagiaan ini milikku. Dan aku sangat ingin membagikannya.

I loved you yesterday, i love you still. I always have, i always will.
***

One Step Closer

We got our color of love :)




Hold my hand and lead me to our kingdom!









Loved yesterday, love still. Always have, always will. ♥

Thursday, April 11, 2013

My Secret Admirer! (2) (Cerpen)


Di sela-sela kesibukan pekerjaannya, Tari masih memikirkan siapa si pemuja rahasia yang selama ini menghantui kehidupannya. Bukannya senang, Tari malah ketakutan. Bagaimana tidak. Bayangkan saja jika kita mendapatkan pesan-pesan romantis setiap hari. Bahkan setiap saat. Sudah seperti di serang teroris saja. Sudah satu minggu lebih si pemuja rahasia itu mengirimkan puisi-puisi, kata-kata cinta dan pujian-pujian kepada Tari. Belum lagi bunga dan bingkisan lainnya yang diikutsertakan oleh orang aneh ini. Benar-benar rapi dan teratur. Seperti sudah direncanakan sebelumnya. Seperti biasa, Tari membuka email dan ia kembali diresahkan dengan puluhan pesan masuk yang dikirim oleh si pemuja rahasia.

 "Ini sih namanya udah spam-ing, tiap gw buka email pasti orang aneh itu lagi yang ngirim. Udah gitu isinya gitu-gitu mulu. Bikin gw takut aja sih nih orang." Tari mengeluh.

Kali ini Tari tidak ambil pusing dan tidak terlalu memikirkan tentang pesan-pesan dari orang itu. Tari sudah mulai terbiasa membacanya. Meskipun setiap kali membaca isi pesan itu Tari pasti langsung menggerutu sendiri.

To : Secret Admirer
Subject : ENOUGH!

Siapapun kamu, aku gak pernah peduli. Aku juga gak tahu siapa kamu, dan aku gak akan pernah mau tahu siapa kamu. Yang ingin aku tanyakan adalah kenapa harus aku objek yang kamu teror setiap saat? Apa aku punya salah sama kamu? Aku sudah cukup muak membaca pesan yang berbeda-beda darimu. Aku mohon, kalau kamu memang laki-laki sejati, tunjukkan dirimu. Jangan bersembunyi dibalik kata-kata romantismu itu. Karena aku sama sekali tidak menyukainya. 

Thanks.

Tidak lama kemudian, ada balasan pesan masuk ke email Tari. Tidak seperti biasanya, si pengirim rahasia itu kini membalas pesan Tari.

From : Secret Admirer
Subject : I am really sorry

Aku akan menemuimu saat hari ulang tahunmu tiba. :)

"Cuma gini doang? Orang aneh itu cuma bales email gw yang panjang lebar hanya dengan ngomong kayak gitu doang? Sumpah ya, kalo ternyata beneran dia nemuin gw, gw bakalan maki-maki dia, marah-marahin dia, kalo perlu gw tamparin wajahnya." Tari bergumam.

Hari ini, Tari pulang lebih telat dari biasanya. Bosnya yang expat lagi ada di Bandung. Jadi Tari terpaksa lembur karena harus meeting dengan bosnya itu. Tiba-tiba handphone Tari berbunyi.

"Hi, Cantik. Jangan lupa makan malam ya. Tunggu aku tepat di ulang tahunmu. :)"

"Anjrit! Sumpah ya, ini orang bener-bener neror gw banget deh. Sampe nomor hp gw dia tau juga. Masa iya gw mesti ganti nomor sih." Tari kesal.

Meeting sore ini selesai lebih cepat dari biasanya. Tari hanya telat pulang dua jam. Untungnya masih ada bus jadi Tari gak perlu pakai taksi untuk pulang. Sebetulnya kantor Tari memberikan fasilitas taksi gratis kepada karyawan seperti Tari apalagi kalau mulai lembur. Tapi Tari tidak pernah menggunakannya kecuali terpaksa. Entah apa alasan Tari untuk lebih memilih naik bus daripada taksi. Mungkin karena dulu ayah Tari sempat menjadi korban perampokan di dalam taksi hingga mengalami luka tusuk dan akhirnya meninggal. Bisa jadi trauma bagi Tari dan keluarganya untuk menaiki taksi.

"Kalo sampe rumah terus gw liat ada sesuatu yang dikirim orang sialan itu lagi, gw janji bakal bikin perhitungan beneran sama dia." Tari berucap dalam hati.

Untungnya kali ini Tari tidak menemukan apa-apa di teras rumahnya. Rumahnya nampak sepi, mungkin ibu dan adiknya sudah tidur. Pikir Tari. Tari lalu masuk ke kamar tidurnya untuk beristirahat. Namun tiba-tiba handphonenya berdering. Suara telepon masuk.

"Halo..." Tari mengangkat teleponnya.
"Mba Tari, ini saya mba." Jawab orang dibalik telepon Tari.
"Iya, ini siapa ya."
"Saya mba, Astuti. Yang biasa bantu ibu di warung. Mba Tari sudah di rumah belum?" 
"Oh, iya mba. Ada apa? Kok tumben malem-malem telepon saya? Ini saya baru nyampe banget mba. Kenapa?"
"Ini anu mba, tadi waktu saya beres-beres warung saya nemuin kado gede banget. Saya taroh di warung saja. Soalnya tadi ibu pulang duluan. Saya baru sampai rumah, jadi baru ngasih tau mba Tari."
"Kado? Kado apaan ya mba? Emang kadonya buat siapa? Tadi mba nemuinnya dimana?"
"Wah, saya juga gak tau mba, saya gak berani buka. Kayanya buat mba Tari deh. Soalnya ada suratnya. Sudah dulu ya mba, besok mba Tari lihat sendiri saja  ke warung. Malem mba Tari." Mba Astuti menutup pembicaraan malam itu.

Tari menghela nafas yang cukup panjang dan berulang-ulang. 

"Lama-lama gw bisa gila kalo tiap hari dapet kejutan aneh kayak gini terus. Sekarang apalagi coba yang dia kirim? Kebanyakan duit kali ya tu orang." Tari berbicara sendiri.

"Kak Tariiiiii... Bangun, katanya mau ngajak Nindy jalan-jalan." Suara Nindy membangunkan Tari Sabtu pagi ini. Adik kesayangan Tari ini sudah ada di atas tempat tidur kakaknya saja. Rupanya Nindy menagih janji Tari untuk mengajaknya jalan-jalan.
"Hummm, Adeee... Kakak masih ngantuk ah. Sejam lagi ya sayang. Kakak ngantuk banget nih." Ucap Tari sambil sedikit menguap.
"Iiih, kak Tari kan udah janji sama Nindy. Ayo kak, bangun." Rengek Nindy.
"Ya udah iya, tapi kakak mandi dulu ya. Masa jalan-jalan gak mandi. Kan nanti bau."

Tari mengajak Nindy jalan-jalan ke taman di dekat komplek rumahnya. Dulu, waktu Tari seumur Nindy, ayah selalu membawanya ke taman ini setiap Sabtu. Tempatnya masih sama seperti Tari kecil. Ramai dan banyak tempat duduk di pinggir kolam. Disana juga menjadi tempat orang berjualan kalau hari Sabtu. 

"Kak, aku mau liat ikan." Nindy memelas.
Tanpa banyak kata, Tari membawa adiknya melihat ikan di kolam taman itu.
"Waah, ikannya gede banget. Kalo aku bawa pulang boleh gak, kak?" Nindy mengajukan pertanyaan yang membuat Tari tertawa.
"Haha, ya gak boleh dong. Ini kan bukan tempat mancing. Ikannya cuma boleh diliat sama dikasih makan aja. Kalo dibawa pulang ya gak boleh." Jelas Tari.
"Yaaah, padahal aku kan pengen kak. Satuuuuu aja." Nindy memohon.
"Emang buat apa ikannya? Kan di rumah juga banyak ikan di kolam belakang."
"Ya buat aku laaaaah. Buat di taroh di akuarium." Jawab Nindy polos.
"Dasar bocah. Ikan di rumah juga bisa kali di taroh di akuarium." Ketus Tari dalam hati.
"Ya udah, nanti kalo kamu udah sekolah kakak bawain ikan disini buat kamu deh. Kalo sekarang sayang ikannya kan masih kecil-kecil. Kalo dibawa pulang nanti mati" Tari berkilah.

Akhirnya Nindy luluh dengan kakaknya itu. Hari semakin siang, cuaca semakin tidak bersahabat untuk tetap berada disana. Sebelum hujan Tari membawa Nindy pulang. Di perjalanan menuju rumah, tiba-tiba hujan turun dan tak terhindarkan. Mau gak mau Tari dan adiknya harus mencari tempat untuk berteduh sementara.

"Yah, padahal kan tinggal dikit lagi nyampe rumah. Kenapa harus hujan sekarang sih. Kenapa gak bentaran lagi aja turunnya." Ucap Tari sambil mengibas-ngibas baju adiknya yang sedikit basah terkena air hujan.
"Iya nih, hujannya mendadak banget ya. Deres lagi." Ucap seorang laki-laki di sebelah Tari. Rupanya laki-laki itu mendengar ucapan Tari tadi.
"Eh, hehe. Iya." Tari salah tingkah. 
"Kenalin, aku Reza. Kayaknya aku sering liat kamu. Tapi aku gak tau dimana." Laki-laki itu mengasongkan tangan kanannya.
"Oh iya, saya Tari. Oh, mungkin mas salah orang kali. Muka kayak saya kan emang pasaran." Tari merendah.
"Tari? Sepertinya nama kamu juga gak asing buat aku." Reza menambahkan.
"Ya Tuhan, bencana macam apalagi ini? Sudah cukup aku di teror sama orang misterius itu. Jangan engkau tambah dengan orang ini juga dong." Tari berucap dalam hati sambil ketakutan.
"Oh, gt ya. Yang namanya Tari kan di dunia ini banyak mas. Mungkin mas punya teman, sodara, tetangga atau mantan yang namanya sama kayak saya, kan? Hehe." Tari mulai panik.

Untunglah hujannya tidak terlalu lama. Jadi Tari bisa cepat-cepat berlalu dari orang aneh yang baru ia temui itu.
"Saya duluan, mas. Mari." Tari langsung pamit dan bergegas pergi.
"Untung ujannya keburu reda, kalo engga berapa lama gw harus ngobrol sama orang itu. Iiih, ngeri juga lama-lama." Gerutu Tari.

Di rumah, tiba-tiba Tari kepikiran kado yang di bilang oleh mba Astuti yang di taruh di warung ibunya. Tari langsung menelpon Mba Astuti.
"Halo, mba Tuti. Mba, kado yang semalem mba bilang masih ada gak? Saya mau liat." 
"Ada mba, kadonya saya taroh di ruangan mba Tari. Sekalian di ambil saja mba. Ibu juga sudah tau."
Tari langsung pergi menuju warung dan membawa adiknya serta.

Sepuluh menit kemudian Tari tiba di warung ibunya.
"Kak, itu kadonya tadi ibu suruh si mba masukin di ruanganmu. Memang kadonya dari siapa sih, kak?" Ibu penasaran.
"Kakak juga gak tau bu, semalem yang nemuin mba Tuti. Katanya sih buat kakak. Makanya kakak pengen liat."
"Ya sudah, sana liat dulu. Barangkali salah kirim."

Benar saja yang dikatakan mba Tuti tadi malam, kadonya memang besar sekali. Tari semakin ingin membukanya saja. Dibacanya surat yang menempel di luar kado besar tersebut.

"Cantik, ini hadiah terakhir dariku. Semoga kamu suka. Aku tidak akan mengganggu kamu lagi. :)"

Membaca isi surat itu, Tari seolah sedih tapi juga lega. Lega karena ia tak harus ketakutan lagi menerima barang-barang misterius dari pemuja rahasianya. Sedih karena Tari akan merasa kehilangan hadiah-hadiah yang biasa ia dapatkan setiap hari. Perempuan mana yang tidak suka di beri hadiah? Apalagi hadiah yang mereka suka. Meskipun ketakutan, sebenarnya Tari menyukai semua hadiah yang dikirmkan oleh orang aneh itu. Hanya saja Tari tidak suka cara dia mengirimkan padanya. Tari menghela nafas dan membuka bingkisan berbentuk kado itu. Sebuah boneka teddy bear besar sedang duduk didalamnya. Warnanya cokelat muda. Seperti warna kesukaan Tari selama ini.

"Teddy bear? Serius ini buat gw?" Tari heran sekaligus senang saat ia mendapati boneka besar itu yang ada di dalam bungkusan kado.

Ia lalu mengeluarkannya dan menaruh boneka raksasa itu di meja. Tari senang bukan main. Namun ada satu yang masih mengganjal di pikiran Tari. Siapa orang yang sudah berbuat sejauh ini untuk dia? Suara sms masuk ke handphone Tari.

"Gimana bonekanya? Kamu pasti suka. Aku tahu kamu pasti suka sama semua hadiah yang aku kirim. Hanya kamu tidak mau mengakuinya. Tunggu aku di hari ulang tahunmu. :)"

Tari kemudian membalasnya.

"Aku tau kamu ada, aku juga tau kamu merhatiin aku dari tempatmu sekarang. Tapi yang gak aku tahu kenapa harus dengan cara ini? Segitu pengecutnya kah kamu sampe harus dgn cara kayak gini? Aku suka hadiah-hadiahmu. Tapi tidak dengan caramu mengirimkannya."

Tiga minggu berlalu setelah kejadian misterius itu. Selama tiga mingg ini tidak ada teror-teror lagi untuk Tari. Tari tak sabar menunggu hari ulang tahunnya tiba. Satu-satunya yang ia tunggu adalah kehadiran orang misterius itu saja. Tiga minggu ini Tari benar-benar seperti orang yang mau melahirkan. Rasanya ingin cepat-cepat hari itu saja. Dibukanya email seperti biasa. Dan ternyata ada pesan masuk dari pemuja rahasia Tari. Kali ini ekspresi muka Tari sedikit cerah dan sumringah membaca isi pesan itu.

From : Secret Admirer
Subject : H-2

I'm your secret admirer
I'm your true lover
I walk everywhere you go
I see everything you saw

The day will come right away
Believe me!
I won't hurt you
All i want is to be remembered by you

When the day come, 
Just give me your best smile
Don't let me sad
Please, forgive me for everything i've done
I'm not a loser
I hate for being your secret admirer
I wanna be your real adorer
That's all .

Membaca isi pesan itu, entah kenapa perasaan Tari terenyuh dan  seolah menyesal telah bersikap kurang baik selama ini. Padahal semua yang orang itu lakukan adalah untuk menunjukkan perasaannya kepada Tari. Tari baru sadar, bahwa setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam menunjukkan perasaan cinta mereka. Tari merasa bersalah atas semua sikapnya kepada pemuja rahasianya itu.

Akhirnya hari yang Tari nantikan tiba. Hari ini, tepat di hari usianya bertambah, Tari akan bertemu dengan pemgagum rahasia yang sudah membuatnya tidak sabar menuggu kedatangan ulang tahunnya. Tari tidak merayakan pesta ulang tahun, dia juga tidak mendapatkan kado spesial dari seseorang. Hanya kecupan hangat dan ucapan selamat dari ibu dan adiknya tadi malam yang ia dapatkan. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Di rumahnya juga tidak ada kue ulang tahun sama sekali. memang begitu kebiasaan Tari setiap ulang tahun. Biasa saja. Namun kali ini sedikit berbeda dari biasanya. Meski tanpa kue dan lilin, Tari merasa ulang tahunnya kali ini sangat spesial karena orang misterius itu. 

"Tok... Tok... Tok..." Suara pintu rumah tari ada yang mengetuk.
Tari tak sabar membuka pintu dan melihat siapa yang ada di balik pintu rumahnya itu.
"Selamat ulang tahun, cantik. Semoga kasih Tuhan selalu mengelilimu dan keluargamu." Ucap seseorang dibalik rangkaian bunga mawar putih yang besar.
Tari terkejut setengah mati. Matanya berhenti berkedip beberapa detik. Ia langsung memeluk orang yang berada di hadapannya itu.
"Nicoooo... Ini kamu? Ya ampun. Ini beneran kamu? Kok kamu bisa ada disini? Kamu bukan secret admirer aku kan?" Tari menyerobot Nico dengan pertanyaannya itu.
Nico ini adalah orang yang dulu pernah hadir dalam hidup Tari. Meski hanya sesaat, namun kehadiran Nico sangat berpengaruh untuk Tari. Tari sempat jatuh cinta pada Nico. Namun belum sempat mengutarakan perasaannya, Nico pergi tak tau kemana. Tari kehilangan kontak Nico sejak empat tahun lalu. Tari tidak pernah curiga kalau selama ini yang selalu memberinya hadiah itu Nico. Karena yang Tari tahu, Nico bukanlah tipikal laki-laki yang romantis dan puitis. 
"Iya, ini aku. Akulah yang selama ini mengirimkan hadiah-hadiah buat kamu. Aku  yang selalu ngirim kamu email dan sms-sms romantis. Aku yang berada dibalik amplop cokelat yang kamu temukan di halte." Nico tersenyum.
"Terus, kenapa kamu gak langsung nemuin aku sih. Kenapa kamu mesti jadi secret admirer aku coba?" 
"Kalo aku gak kayak gini, kamu gak akan tahu seromantis apa aku sama kamu. Aku selalu bermimpi untuk jadi cowok kamu. Tapi kamu gak pernah ngasih aku kesempatan buat nunjukkin perasaan aku ke kamu. Kamu selalu bilang sama aku kalo aku ini gak romantis, aku gak bisa bikinin kamu kata-kata indah. Makanya begitu aku pindah ke Jakarta, aku berusaha untuk menjadi seorang yang romantis. Aku belajar dari sodaraku, Reza. Dia tinggal di daerah sini juga. Dia yang ngasih tau aku cara membuat kata-kata romantis. Aku juga banyak cerita tentang kamu sama dia. Nanti kalau ada waktu, aku kenalin kamu sama dia ya. Sekarang, bolehin aku masuk dulu. Aku pegel berdiri terus. Hehe." Nico dan Tari pun melanjutkan obrolan mereka di dalam rumah.

Semakin hari hubungan Tari dan Nico semakin dekat. Kini, Nico tidak lagi menjadi secret admirer Tari. Karena sekarang mereka sudah berpacaran. 

Dear, Ayah.

Ayah, aku rindu ayah. Rindu sekali. Ayah sedang apa di Surga? Gak kesepian kayak kita disini, kan? Ayah kapan dateng ke mimpi Tari lagi? Tari mau cerita banyak sama ayah. Tari kangen di peluk ayah. 

Ayah, apa ayah tahu secret admirer? Pasti ayah tahu. Dulu, ayah sering bilang sama aku kalo setiap orang punya cara sendiri-sendiri dalam mengungkapkan perasaanya. Ayah benar. Aku baru saja bertemu dengan seseorang yang sudah lama ada di hati aku selain ayah, ibu dan Ade. Ayah tahu gak dia kayak apa? Dia mirip ayah. Makanya aku nyaman di deket dia. Ayah jangan cemburu ya kalo sekarang aku dekat dengan cowok lain selain ayah. Aku tau ayah masih mengawasi aku. Ayah juga pasti tahu siapa secret admirer aku. Ayah pasti suka sama dia. Karena ibu juga begitu. Aku sayang ayah.

Tari menulis surat lagi untuk ayahnya di blog pribadinya. Tari memang begitu. Semua kebahagiaannya selalu ia tulis disana. Khusus untuk ayahnya. Tari tidak pernah menulis cerita sedih atau marah. Karena ia tak mau ayahnya tahu kalau Tari sedang bersedih. Meski sudah lama tanpa ayah, Tari tetap tidak ingin punya ayah baru. Karena ibu Tari tidak ingin membagi kasih sayang anak-anaknya kepada ayah yang lain. Ibu Tari memang sangak baik dan bijaksana. Ibu Tari juga mengenal Nico. Sangat kenal. Karena memang dulu sebelum Nico menghilang, Nico sangat dekat dengan keluarga Tari. Bahkan ayah Tari sempat menitipkan putrinya pada Nico. Dan sekarang Nico melunasinya. Mimpi Nico untuk mendapatkan Tari sudah terwujud. Keinginannya untuk bisa romantis pun demikian. Kini, Nico dan Tari tak lagi berjauhan. Kapanpun mereka mau, mereka bisa bertemu.


- Fin -
***


Wednesday, April 10, 2013

My Secret Admirer! (1) (Cerpen)


Ini tentang kisah cinta seorang pemimpi besar yang berjiwa besar dan bermental tahu. Sangat bersebrangan.

Cerita ini bermula ketika Tari menemukan sebuah amplop cokelat di halte bus tempat ia biasa menunggu angkutan yang mengantarnya ke kantor setiap hari. Amplop itu tergeletak begitu saja di tempat duduk halte. Tari melihat-lihat sekeliling dirinya namun disana hanya ada dia dan amplop itu. Tari penasaran lalu mengambil amplop misterius itu. Misterius karena tidak diketahui pemiliknya. Ia tak langsung membuka isi amplop itu. Yang Tari lakukan saat itu adalah menaruhnya ke dalam tas kerjanya.

Setibanya di kantor, Tari buru-buru membuka amplop yang ia temukan itu. Amplopnya begitu rapi sehingga Tari sayang untuk merobeknya. 
"Isinya apaan ya, jangan-jangan isinya surat berharga. Ah, tapi kalo surat berharga mana mungkin dibiarkan jatuh di halte." Ucap Tari dalam hati.

Begitu Tari merobek amplop itu, tiba-tiba suara Roni mengagetkannya.

"Ehem, surat cinta ya Tar? Cie cie, dari siapa tuh." Sela Roni.
"Ih, elo bikin orang jantungan aja. Gak tau nih isinya apaan, gw aja penasaran." Jawab Tari spontan.
"Lha, gw pikir surat cinta." Roni menambahkan.
"Surat cinta dari kakek lo." Tari kesal.
"Ya udah sih lo buka tu amplop kalo penasaran. Gw jg pengen liat isinya apaan. Boleh kan?" Roni merajuk.
"Ah engga-engga, kenapa lo jadi mau liat juga. Gw bukanya nanti aja kalo udah di rumah. Bahaya kalo lo tau. Nanti lo bocorin ke temen-temen lain lagi." Tari makin kesal.
Roni pun berlalu dari hadapan Tari.

Tari bekerja tidak seperti biasanya. Aktivitasnya diselingi dengan sesekali melihat jam di tangannya. Rupanya Tari sudah tak sabar menunggu waktu pulang dan ingin segera membuka amplop yang sudah robek itu.

Jam di tangan Tari menunjukkan waktu pulang. Tari pun membereskan semua pekerjaannya dan langsung meninggalkan meja kerjanya. Perjalanan dari kantor ke rumah Tari hanya menempuh waktu setengah jam. Namun perjuangan Tari menunggu angkutan yang lama. Bisa sampai satu jam. Sepertinya Tari sudah ingin cepat-cepat tiba di rumah saja. Untungnya bus yang Tari tunggu tak lama datang. 

Sesampainya di rumah, hal pertama yang Tari lakukan adalah membuka amplop itu. Tari benar-benar dibuat penasaran oleh isi amplop itu. Ia pun langsung membukanya. Dan ternyata isinya adalah sebuah karya seni yang berbentuk lukisan di atas kertas A4. 
"Haah? Lukisan wajah gw?" Tari kaget bercampur heran.
"Siapa yang naroh ini di halte ya, terus kenapa bisa pas sama gw?" Tari semakin heran.
Dibolak baliknya amplop dan lukisan itu, tetapi ia tak menemukan satu identitaspun. Saking penasarannya, dia menelpon semua  teman-temannya yang pandai melukis. Namun ia tidak mendapatkan hasil apa-apa. 
"Kalo gw nemuin siapa yang bikin lukisan ini terus naroh di halte, hal pertama yang mau gw lakuin adalah marahin dia." Ucap Tari sambil melihat lukisan wajahnya itu.

Pagi pun datang seperti biasa. Tari sudah bersiap-siap berangkat kerja. Hari itu ia terlihat lebih ceria. 
"Bekal makannya Kak!" Ibu menyodorkan sebuah tempat makan berbentuk kotak kepada Tari.
"Semalam pulang jam berapa, kok ibu gak tau." Tanya ibu.
"Oh, kakak pulang tepat waktu kok bu. Kemarin mungkin ibu sama ade lagi di warung. Kakak agak kurang enak badan, jadi langsung tidur." Jawab Tari.
"Oh gitu, iya kemarin warungnya ramai banget Kak, jadi ibu sama ade pulangnya telat." Kakak gak kenapa-kenapa kan? Sudah minum obat belum?" Ibu panik.
"Kakak gak apa-apa kok bu. Ini udah segeran." Jelas Tari.
"Ya udah, kakak berangkat ya. Nanti pulang kerja kakak langsung ke warung aja." Tari mencium ibu sekaligus ayahnya itu.

Halte hari ini tampak sesak. Tidak seperti kemarin. Tari pun bergabung dengan orang-orang yang sedang menunggu bus itu. Sepanjang jalan Tari masih saja memikirkan tentang lukisan wajahnya. 

Suasana kantor pun masih seperti biasanya. Suara printer dan telepon kantor berbunyi sesekali. Tari membuka komputer kerjanya dan langsung membuka email. Di bagian kotak masuk emailnya Tari menemukan satu pesan dengan subjek 'Good Morning' yang isi pesannya sangat singkat 'Hi, beautiful girl. Hope you like my present yesterday. :)'. Tari ternganga dan semakin merasa heran dengan kejadian dua hari ini. Tari melihat pengirim pesan tersebut. Namun akunnya sedikit janggal. Siapa orang yang sudah membuat Tari tidak bisa tidur ini. Taripun tak tahu.

"Kania Distariiiiii..." Uchi mengagetkan Tari dari belakang.
"Uchiii, kaget tauuu." Tari sedikit marah.
"Hehe, maaf deh. Abisnya kamu aku panggil-panggil gak nengok. Lagi sibuk apa sih neng cantik?" Goda Uchi.
Uchi ini teman Tari dari SMA. Mereka kebetulan kuliah di bidang yang sama dan kemudian bekerja di tempat yang sama pula. 
"Gak ngerjain apa-apa kok. Ini aku lagi buka email doang. Kamu kenapa manggil aku Chi?" Tari bertanya.
"Enggak, ini tadi aku dapet telpon dari ko Mike. Katanya nanti siang kita ada meeting sama klien yang dari Jakarta itu. Tadi ko Mike nelpon kamu cuma kamunya belom dateng. Bisa, kan?" Ucap Uchi.
"Oh, iya bisa kok. Jam berapa Chi?" 
"After lunch deh kayaknya, soalnya mereka baru nyampe Bandung jam 12-an. Paling mereka juga makan siang dulu." 
"Oh, ya udah. Aku nyiapin bahan-bahan meeting dulu kalo gitu. Kamu nanti hubungin mereka aja ya Chi. Siapa tahu mereka bisa sebelum makan siang." 
"Iya, oke boss. Ya udah, aku balik ke meja ya. Kamu jangan bengong-bengong aja entar kesambet lho. Hehe." Uchi pun berlalu.

Tari langsung menutup pesan di kotak masuk emailnya lalu menyiapkan bahan-bahan untuk presentasi nanti siang. Kebetulan Tari ini adalah tangan kanan bosnya. Jadi apa-apa Tari yang harus  turun tangan. Maklum bosnya expat jadi tidak setiap waktu ada di Bandung. Hari ini sepertinya akan menjadi hari yang melelahkan bagi Tari. 

Waktu menunjukkan jam makan siang. Tari membuka bekal dari ibunya tadi pagi. Selesai makan ia langsung sembahyang dzuhur. Beberapa jam kemudian meeting pun berlangsung. Seperti biasa presentasinya yang menarik dan cemerlang ia selesaikan dengan baik. Di luar ruangan meeting, Tari bercakap-cakap sebentar dengan kliennya itu.

"Thanks ya, mbak Tari. Bos saya suka sama presentasi mbak. Semoga kerjasama kita bisa terus terjalin." Ucap Dandy.
"Sama-sama mas Dandy. Saya senang kalau pihak mas juga puas dengan presentasi kami. Iya mas semoga kedepannya kita bisa lebih solid lagi ya. Terimakasih kunjungannya ke kantor kami." Jawab Tari sopan.
Tari pun mengantarkan kliennya sampai keluar kantor. Tari lega, tugasnya hari ini sudah selesai dengan rapi. Ia kembali ke meja kerjanya dan membuka email.  

From : Secret Admirer
Subject : Congratulations

Cantik, selamat ya. Presentasi kamu berhasil lagi ya? Kamu memang berbakat. :)

Tari kembali dikejutkan dengan penampakan yang  ia lihat pada bagian paling atas kotak masuk emailnya.

"Gila, ni orang niat banget sih bikin gw jantungan. Kok dia tahu kalo gw abis presentasi?" Tari semakin berada di ujung rasa penasarannya.

To : Secret Admirer
Subject : Re: Congratulations

Sorry, kamu siapa sih. Dari kemarin kamu bikin aku gak bisa mikir. Kalo kamu tau aku, datengin aku. Temuin aku. Jangan kayak banci dong! Kalo berani ngomong langsung di depan aku.  Be gentle!

Tari mengirim balasan ke akun email aneh itu. Tak terasa hari sudah mulai sore. Tari harus segera pulang. Seperti janjinya tadi pagi, ia langsung menuju ke warung tempat ibunya berjualan.

Pengunjung rumah makan sore itu lumayan banyak untuk ukuran rumah makan sekelas rumah makan ibu Tari. Ibunya memang jago memasak. Saking ramainya, Tari tak sempat memperhatikan seseorang yang sedang berjalan dari arah yang berlawanan dengannya. 
"Eh, maaf mas. Saya yang salah. Permisi." Tari langsung meminta maaf kepada orang yang baru saja ia tabrak. Orang itu pun tidak memperpanjang urusannya dengan Tari. 
"Kak Tari, kok kakak langsung kesini?" Tanya Nindy adik Tari.
"Iya De, kan tadi pagi kakak udah janji sama ibu."
Ibu Tari tidak sendiri, ia dibantu beberapa orang karyawan yang merupakan tetangga rumahnya. Kadang, mereka juga membantu menjaga Nindy jika ibu harus turun langsung membuat masakan. Maklum Nindy masih kecil jadi harus selalu di awasi. 
"Nindy langsung pulang aja yuk sama kakak. Biar si mbak nya bantuin ibu aja. Kan lagi rame." Ajak Tari pada adik satu-satunya itu. Tari pun langsung menemui ibunya dan membawa adiknya pulang.
Kebetulan jarak rumah dan warungnya tidak terlalu jauh, jadi Tari bisa pulang dengan berjalan kaki.

Setibanya di rumah, Tari mendapati sepucuk surat diantara beberapa tangkai bunga mawar putih di atas meja di teras rumahnya. Ia langsung menghela nafas panjang. 
"Apaan lagi ini, lama-lama gw bosen juga dapet ginian terus." Tari mengambil bunga dan masuk ke dalam rumah.

"Hi cantik, mudah-mudahan kamu suka mawar putih ya. :)" Tulis orang misterius dalam surat itu.

"Gila, ini pasti orang yang sama yang udah naroh lukisan dalem amplop di halte, yang ngirim email ke gw, yang ngucapin selamat buat presentasi gw deh. Kok dia rajin banget sih. Gw aja gak kepikiran buat dapet ginian tiap saat." Tari mulai geram. 

Kira-kira siapa ya, pemimpi besar yang bermental tahu yang sudah mengirimkan kejutan-kejutan untuk Tari?

-to be continued-
***